Amaliyah Perdana Angkatan XV

    daarul-mughni.sch.id, Amaliyah Tadris atau Micro Teaching sering disebut dengan Praktek Mengajar. Biasanya, program ini berlaku untuk santri kelas akhir yang segera mengakhiri pendidikannya di pesantren. Amaliyah Tadris ini sendiri bertujuan agar para santrinya memiliki bekal dalam mengajar. Meskipun nantinya tidak semua dari mereka menjadi guru, karena mengajar tidak harus menjadi guru.

Nah, dengan adanya program Amaliyah Tadris ini para santri sangat diuntungkan sebenarnya, soalnya program ini biasanya dilakukan oleh tingkat kampus kepada mahasiswa yang kuliah di bidang keguruan. Tapi pesantren sudah duluan mengenalinya kepada santri agar mereka terampil mengajar setelah menjadi alumni. Memang belum sempurna menjadi seorang guru setelah mengikuti amaliyah tadris tersebut, tapi paling tidak mereka sudah memilki wawasan bagaimana menjadi guru sebenarnya, dan kemudian mereka akan mempelajarinya kembali agar terus berkembang kemampuannya dalam mengajar.

Selain keterampilan dalam mengajar, Amaliyah Tadris ini sudah tentu mendidik mentalitas santri. Dari sekian banyak santri sudah pasti ada diantara mereka yang mentalnya masih kurang. Amaliyah Tadris membuktikan semua dan menjadi tuntutan, mau tidak mau, bisa tidak bisa, ada mental atau tidak, wajib dan harus bisa mengajar berdiri didepan seluruh murid.

Amaliyah Tadris tak semudah yang dibayangkan. selain mental, Membuat i’dadnya juga penuh tantangan luar biasa.

Dalam pelaksanaannya tidaklah gampang, karena para santri ini diwajibkan untuk membuat persiapan atau sering disebut dengan istilah “idad Tadris” atau yang dikenal dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Sudah tentu jauh sebelum membuat RPP tersebut mereka sudah terlebih dahulu dibimbing oleh musyrif atau guru pembimbing masing-masing.

Saat Amaliyah tadris inilah moment menjadi guru yang paling sempurna. Kenapa tidak? Karena sebelum mengajar para santri sudah dibimbing terlebih dahulu, kemudian membuat persiapan yang matang, materinya, strategi mengajarnya, media yang digunakan dan sebagainya. Itupun proses pembuatan ‘Idad Tadris tidak berjalan semudah yang kita bayangkan. I’dad tersebut melalui berbagai tahapan, perbaikan dan koreksian, bimbingannya tidak jauh beda dengan bimbingan skripsi.

 Yang sebelumnya kurang tertarik dengan dunia belajar mengajar, harus terpaksa menarik dan berusaha menjadi guru yang baik. Berbagai persiapan pun dilakukan.

    Tidak cukup sampai disitu (I’dad Tadris), mereka (santri) juga dituntut untuk mempersiapkan metode atau media mengajar yang sesuai, agar para murid harus lebih mudah memahami pelajaran. Kemudian perjuangan pun tidak berhenti disitu, kemudian para santri juga mempersiapkan bahasa untuk menjelaskan pelajaran, baik itu bahasa arab maupun inggris tergantung pelajaran yang diambil, yang jelas tidak ada bahasa indonesia.

   Selesai di tahap persiapan I’dad Tadris ditambah lagi dengan mentalitas yang harus kuat saat praktek mengajar. Karena disaat praktek berlangsung para santri calon guru ini akan dievaluasi habis-habisan oleh pembimbing dan teman-temannya yang berdiri berjejeran menyaksikan si calon guru sedang mengajar.

    Para santri calon guru ini dilihat, diperhatikan, dinilai mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, mulai dari mulainya belajar hingga akhir, sikap dan sopan santun guru termasuk cara berpartisipasi dangan murid, semua temannya akan menjadi tim asesor saat itu. Begitupun sebaliknya, saat yang lain mengajar, mereka saling menilai dan mengevaluasi. Hingga akhirnya masuklah ketahap evaluasi bersama atau sering disebut dengan istilah Darsu An-Naqdi” (Evaluasi Proses Pengajaran). Disitulah santri calon guru tadi dikritik habis-habisan dengan kritikan atas kesalahan yang dilakukan saat mengajar tadi, tentunya kritikan tersebut bersifat membangun untuk perbaikan ke arah yang lebih baik kedepannya.

    Ada empat hal yang sangat diperhatikan oleh pembimbing dan teman-teman yang menilai sangat proses pembelajaran berlangsung :

  1.  Pertama, Thariqah (Cara mengajar)

    Berbicara mengenai cara mengajar kita harus membaca istilah paling terkenal yang dikembangkan oleh Kyai-Kyai Pondok Modern Gontor dalam mendidik santrinya, yaitu  at-thariqah ahammu mina-l-maddah, wa al-mudarris ahammu mina-t-thariqah, wa ruhu-l-mudarris ahammu mina-l-mudarris nafsihi.  Yang artinya adalah Metode lebih penting dari pada Materi, Guru lebih penting dari pada metode dan ruh atau jiwa guru itu sendiri lebih oenting dari pada gurunya.

    Maka sudah pasti metode sangat penting diperhatika oleh guru agar pelajarannya mudah diterima oleh muridnya, dan kecerdasan guru dalam mencari metode yang sesuai sebuah tuntutan, karena tidak semua murid bisa menerima pelajaran dengan mudah dan guru harus memahami bahwa kecerdasan dan kemampuan murid itu berbeda-beda.

      2. Kedua, Maadah (Materi)

mempersiapkan materi yang baik harus selalu diperhatikan. Dipermudah penjelasannya, kemudian harus teliti dalam menulis materinya, menjelaskan dan sebagainya. Agar ilmu yang diterima oleh murid Mudah dimengerti

 

      3. Ketiga, Ahwalu Almudarris (Kepribadian Guru)

    berbicara soal mentalitas guru dan ketanggappan guru dalam mengajar. Semua hal yang berkenaan dengan kepribadian guru dinilai. Apakah gurunya kurang sopan, kurang memperhatikan murid, atau kurang rapi.

      4. Keempat, Lughatul Mudarris (Bahasa Guru)

    ketepatan penyampaian materi harus diperhatikan oleh guru. Bahasa yang digunakan harus lebih mudah dipahami, yang sesuai dengan dunia pendidikan dan umur murid, sesuai dengan materi yang tertulis, apalagi pelajaran hafalan seperti hadits, tafsir. Jangan sampai lafadz yang diucapkan guru tidak sesuai dengan yang tertulis di buku.

    kira-kira seperti itulah pembahasan tentang kegiatan Amaliyah Tadris yang mendidik santri dalam mengajar, memberi bekal berupa keterampilan dalam mengajar.

    

Hubungi Kami

MA Daarul Mughni Al-Maaliki

Alamat    : Ds. Cikahuripan, Kp. Cibeber II, Klapanunggal
Telp         : +62 2129219666
Email      : 

Lokasi

Scroll to Top